Suka dan Duka Menggeluti Profesi Joki Skripsi

Ehm. Jumpa lagi sama gue, penulis tunggal di blog Tinta Kahyangan. Semoga para pembaca yang disayangi Allah, matanya nggak kelilipan pasca membaca artikel-artikel yang ada di blog ini. Sekarang, gue akan membagi perasaan dan pengalaman gue mengenai joki skripsi dan tesis kepada kalian. Ingat, joki di sini bukan tokoh komik ciptaan Faza Meonk. Satu lagi, joki di sini bukan joki three in one yang kerjaannya nyetopin mobil di pinggir jalan, itu beda lagi. Mohon dicermati yaa.
Kurang lebih, sudah 5 tahun gue menggeluti pekerjaan sampingan (freelancer) menjadi joki skripsi dan tesis. Jangan joki deh, terlalu ketinggian, karena sebutan itu buat orang yang sudah ahli di bidangnya. Gue adalah tukang ketik, atau secara lembutnya, seorang juru ketik. Terus, siapa jokinya? Tidak lain tidak bukan adalah bokap gue.
Bokap sudah lama menggeluti profesi ini. Sejak gue dalam belaian pun, bokap sudah menerima banyak orderan skripsi. Di samping pekerjaan utamanya menjadi guru, bokap mau nggak mau jadi joki skripsi karena faktor ekonomi. Dulu, gaji guru honorer amatlah sedikit. Karena untuk menambah penghasilan, dari tahun 1992 hingga kini bokap menerima orderan skripsi dan tesis. He's truly hero for the family.
Ilustrasi joki skripsi. Sumber: gunnar.com
Sedangkan gue, pertama kali menggeluti pekerjaan ini sejak tahun 2013 sampai sekarang. Awalnya, gue sama sekali nggak tertarik dengan pekerjaan tersebut. Jadi, pasca lulus SMK, gue langsung diajak bokap untuk membantu pekerjaannya. Padahal waktu itu, rencananya gue mau menamatkan game The Godfather II. Namun karena orangtua berpikir, “Buat apa lulusan Multimedia kerjaannya malah main game melulu? Mending bantu orangtua kerja.” Dari situlah, game itu nggak pernah gue tamatkan. Hingga kini pun, gue masih penasaran dengan storyline dan ending game The Godfather II. Hantu joki penasaran.
Saat pertama kali gue mengerjakan orderan skripsi, jujur itu puyeng banget. Mulai dari peraturan jenis kertas, garis margin, style font, jarak antarspasi, tata letak, huruf tebal, huruf miring, bahasa baku, ejaan yang disempurnakan, dan masih banyak lagi. Tidak jarang, karena saking puyengnya, gue jadi kesal dan emosian. Untung, gue dimentori langsung oleh bokap yang sabar dan demokratis.
Honestly, dulu gue mengerjakan pekerjaan itu nggak ikhlas. Tapi, setelah gue diberi nasihat oleh nenek gue yang berkata, “Insya Allah, Ris ... kalau kita ngebantu orangtua, pasti bakal bagja”. Kata-kata itu lantas gue resapi dan selalu gue ingat. Kalau kalian nggak tahu kata bagja, bagja bisa berarti bahagia, jaya, selamat, dan senang.
Ternyata, nasihat nenek gue terbukti benar. Berkali-kali gue ingkar ke orangtua, berkali-kali juga gue tertimpa kesialan. Wallohualam sih, tapi yang gue rasa seperti itu. Pokoknya kita sebagai anak, hendaknya selalu dapat berbakti kepada orangtua. Karena apa? Karena mumpung mereka masih hidup. Banyak orang yang memberi pengetahuan dan pengalamannya, baik dalam seminar atau ceramah, pasti ngomong begini: berbaktilah kepada orangtua, karena kalau mereka sudah nggak ada, kalian akan menyesal.
Kutipan tentang berbakti kepada orangtua. Sumber: hawasy.wordpress.com
Lima tahun kemudian gue semakin matang, baik soal pekerjaan, sikap, perilaku, ibadah, dan pola pikir. Dalam rentang lima tahun itulah, gue banyak mendapatkan pelajaran hidup yang amat berharga. Lewat lima tahun itu juga, skill gue dalam mengetik, menyusun, dan mempersiapkan materi skripsi/ tesis semakin baik. Ya, walaupun sampai sekarang, gue masih dan akan terus belajar. Karena pada hakikatnya, hidup adalah belajar.
Sedangkan, skripsi dan tesis yang telah digarap oleh bokap dan gue selama 5 tahun terakhir, banyak dari jurusan: bahasa dan sastra Indonesia, pendidikan ilmu pengetahuan sosial, pendidikan bahasa inggris, bimbingan dan konseling, pendidikan ilmu pengetahuan alam, pendidikan guru sekolah dasar, dan masih banyak lagi. Bukannya sombong, tapi kalau dilihat dari track record gue selama 5 tahun ngetik skripsi dan tesis, bisa dibilang nggak jelek-jelek amat.
Baiklah, mungkin kalian juga mulai bosan membaca sejarah panjang gue di atas. Oleh karena itu, kita langsung saja ke inti artikel, yaitu: suka dan duka menjadi joki skripsi dan tesis. Akan tetapi, gue mau membahas dari dukanya dulu, baru ke sukanya, ya. Kenapa? Karena gue harap, dalam setiap aspek kehidupan yang gue jalani ini, ending-nya bahagia. Insya Allah.
Oke guys, inilah dukanya menjadi seorang joki skripsi dan tesis. Cekibrot!

1. Capai dan Bikin Penat
Kerja apa pun, di mana pun, dan kapan pun pasti bikin capai dan bikin penat. Kecuali ada dua pekerjaan yang menurut gue santai abiz, yaitu kerja sebagai tester jok pesawat dan tester kasur. Bayangkan saja, kerjaannya cuma duduk dan tidur-tiduran doang. Kalau begitu mah, nenek gue juga bisa. Wkwkwk.
Ilustrasi capek dan bikin penat. Sumber: alextcooks.com
Sebenarnya, pekerjaan ini bisa dibilang santai. Akan tetapi, kalau durasi kerja seharian dan dalam tempo semingguan, itu lumayan bikin penat juga. Rasa penatnya itu kayak pundak gue didudukin sama kingkong. Bayangkan, tulang belikat gue kayak pengin patah ketika sudah merasakan kepenatan.
Nah, kalau gue sudah penat dan capai, maka cara untuk meredakannya adalah dengan tidur-tiduran, stretching, jalan-jalan, main game, ngemil, dan ishoma (istirahat, salat, makan). Kalau kamu sekiranya sudah capai dan ingin istirahat sebentar dari pekerjaanmu, maka istirahatlah segera mungkin. Karena buat gue, slogan hardwork nggak penting, yang penting adalah happywork. Jadi, kita mengerjakan pekerjaan dengan hati yang senang, dan tentunya dibayar. Enak nggak, tuh?

2. Revisian
Bagi mahasiswa tingkat akhir, mendengar kata revisi berasa ketemu megalodon di comberan. Betul, kedatangannya nggak disangka-sangka kayak acara lamaran gitu. Begitu juga dengan gue yang suka pusing dan kesal ketika banyak revisian dari pemesan. Pokoknya, pemesan nggak mau tahu dan ingin skripsi atau tesisnya diperbaiki secepat mungkin. Ibaratnya, para pemesan melempar revisian ke muka gue sambil ngomong, “Nih Tong, lu perbaiki lagi, yang bener ya.” Kadang rasanya gue mau ngamuk; yang revisian siapa, yang suruh benerin siapa.
Ilustrasi revisian. Sumber: blog.patrickrohfuss.com
Biasanya, banyaknya revisian merupakan tanda bahwa dosen pembimbing si pemesan adalah orang yang rese alias suka mempersulit. Kadang, gue nggak habis pikir, ketika sudah diperbaiki revisiannya, terus nggak lama kemudian suruh dikembalikan lagi seperti semula. Kesannya, kayak mempermainkan pekerjaan orang, kan tolol. Mending kalau bayarnya tepat waktu, ini mah bayarnya telat, revisian banyak, plintat-plintut lagi. Siapa yang nggak gondok, coba?
Jadi, gue berpesan bahwa janganlah mempersulit, mempermainkan, atau menganggap enteng setiap pekerjaan seseorang. Karena yang gue rasa, kerja itu nggak gampang.

3. Harus Sistematis
Skripsi dan tesis adalah karya tulis ilmiah yang amat berbeda dengan makalah, apalagi kliping. Buat gue yang hampir tiap minggu nge-direct skripsi dan tesis, menganggap makalah dan kliping adalah mainan anak SD. Wkwkwk, belagu banget gue. Skripsi dan tesis itu seperti matematika: salah satu, salah semua, diedit satu, diedit semua. Betul, jadi skripsi dan tesis layaknya suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lain.
Ilustrasi sistematis. Sumber: isigood.com
Contohnya seperti ada perbaikan di halaman 11, dan ternyata dari halaman 11 itu merubah ke nomor urut halaman lain dan daftar isi. Makanya, kalaupun ada revisi yang sekiranya enteng, tapi kalau sudah merubah ke daftar urut halaman, itu harus diubah semua sampai ke pernak-pernik seperti daftar isi, daftar pustaka, lampiran, dan riwayat hidup.
Ditambah, teori pada bab II harus sama dengan yang ada di daftar pustaka. Ya itu tadi, kalau teori di bab II dihapus atau ditambah, maka otomatis di daftar pustaka pun harus diubah mengikuti nama pengarang pada bab II. Tapi jangan khawatir, karena biasanya dosen pembimbing nggak terlalu mencermati daftar pustaka. Boro-boro baca daftar pustaka, melihat sekilasnya saja bisa membuat mata jereng.
Oleh karena itu, buat kamu yang sedang menyusun skripsi dan tesis, jangan lupa selalu cek urutan halaman, daftar isi, dan pernak-pernik lainnya.

4. Makan Waktu
Akibat revisian banyak dan harus sistematis, otomatis hal itu amat mungkin memakan waktu. Asal kamu tahu, menyusun skripsi dan tesis nggak sesimpel bikin telur ceplok. Kalau di makanan, bikin skripsi dan tesis itu kayak mengolah dodol: diaduk, dibolak-balik, dicicip, diaduk lagi, dan lagi. Skripsi dan tesis bisa jadi gampang, kalau pengujinya baik hati dan nggak banyak revisi. Sebaliknya, bisa sangat rumit kalau pengujinya agak sedeng dan revisi seabrek kayak sampah di Bantargebang.
Ilustrasi makan waktu. Sumber: bintang.com
Sering kali, waktu bermain gue jadi terpakai sama pekerjaan ini. Ketika weekend tiba, orang lain akan mengisi waktunya dengan berlibur. Tapi gue, ketika weekend malah sedang sibuk-sibuknya. Tapi itu nggak masalah, karena weekend gue tergantikan di weekday. Lama-lama, siklus hidup gue kayak di dunia paralel. Wkwkwk. Kalau pekerjaan lagi banyak, sering juga gue seharian duduk di depan laptop, ketik sana-sini, scroll sana-sini, dan browsing sana-sini. Ujung-ujungnya, gue jadi lupa diri, eh lupa waktu.
Oleh karena itu, buat kamu yang bikin skripsi dan tesis lewat jalur joki, hendaknya tahu diri bahwa membuat skripsi dan tesis itu butuh waktu. Jangan beranggapan bahwa joki dapat menyelesaikan atau merevisi skripsi dan tesis dalam tempo sehari/ dua hari. Karena joki bukan jin dan hanya manusia biasa yang punya kepentingan lain juga.

5. Bagi Waktu
Menggeluti profesi joki skripsi dan tesis dibutuhkan kemampuan pembagian waktu yang pintar. Apalagi kayak mahasiswa gue begini, mengatur waktu harus efektif dan seefesien mungkin. Kalau nggak bisa mengatur waktu, mungkin salah satu aktivitas atau kegiatan sehari-hari bakal dikorbankan demi pekerjaan. Apalagi kalau ada tugas kuliah, bisa-bisa sibuk seharian.
Ilustrasi bagi waktu. Sumber: bekkaku-biz.com
Contoh membagi waktu seperti: pagi hari diisi dengan mengerjakan tugas/ pr, siang sampai sore hari kerja, dan malam hari mengedit tugas atau pekerjaan sehingga terlihat proporsional. Lantas, waktu untuk bermain? Nggak ada. Kecuali bermain di tengah malam bersama kunti, tuyul, dan sebangsanya.
Sebaiknya, belajarlah mengatur waktu sepintar mungkin dan sesuai kesanggupan. Karena, jangan sampai satu kegiatan dilalaikan oleh kegiatan yang lain. Intinya adalah, bagaimana caranya agar dapat menyelesaikan pekerjaan, tugas, dan aktivitas lain tanpa harus menyampingkan salah satu dari kegiatan harian tersebut.

6. Deadline yang Mendadak
Buat gue, poin keenam ini lumayan ngeselin. Nggak sedikit pemesan yang meminta bokap dan gue untuk segera menyelesaikan skripsi atau tesisnya dalam waktu sekian hari. Kalau ada deadline mendadak, terpaksa gue dan bokap harus begadang. Faktor kayak begini dapat terjadi, jika si pemesan lalai dari batas waktu pengumpulan skripsi atau tesis.
Betul, kalau sudah begitu yang repot bukan si pemesan, tapi joki. Makanya, kalau ada waktu luang sebaiknya kerjakan yang primer dulu. Setidaknya, beri tahu joki dari jauh-jauh hari supaya hasilnya memuaskan. Bukan apa-apa, karena kalau disantek-santek, maka hasil skripsi atau tesis akan terlihat asal-asalan dan tidak rapi.
Ilustrasi deadline. Sumber: puan.co
Contohnya, waktu itu pernah ada yang pesan skripsi novel dalam batas tempo 5 hari. Bayangkan coy, 5 hari! Lo kira bikin skripsi kayak bikin anak, hasilnya langsung positif? Emaap, jadi jorok begini. Terlebih, bokap memercayakan gue sepenuhnya untuk nge-direct skripsi novel; dari bab I sampai bab V beserta pernak-perniknya. Bagaimana gue saat itu nggak stres? Wong harus baca novel dulu, terus isi novel dimasukkan ke bab IV, lalu diedit, dan tahap terakhir ialah finishing. Alhamdulillah atas izin Allah, skripsi novel tersebut selesai tepat waktu.
Intinya, buat kamu yang memesan skripsi ke joki, jangan dibiasakan memberi informasi secara mendadak. Jika kamu seperti itu, tandanya kamu sudah zalim ke orang lain. Diusahakan beri tahu joki dari jauh hari, kalau perlu dari setahun sebelum skripsi harus dikumpulkan. Karena sekali lagi, joki bukan jin.

7. Pemesan Banyak Maunya
Satu hal yang agak ngeselin adalah pemesan banyak maunya. Kalau banyak maunya dibarengi dengan pembayaran yang lancar sih masih mending, masih bisa ditolerir. Lah, kalau banyak maunya tapi bayar malah ngaret? Saran gue, mending beli kaca cermin yang gede, terus ngomong ke cermin, “Kalau tanpa bantuan joki, gue bisa apa? Sarjana kopong?”
Alhamdulillah, selama 5 tahun gue freelance jadi joki skripsi dan tesis, cuma seorang pemesan yang sifatnya kayak begini. Jadi, orang itu mempermasalahkan buku-buku yang terdapat di daftar pustaka. Padahal, dari dosen pembimbing dan pengujinya pun nggak menanyakan buku itu ada apa nggak. Tapi kekeuh, orang itu meminta dan memaksa bokap bahwa buku-buku di daftar pustaka tesisnya harus sesuai dengan yang ada di toko buku.
Ilustrasi pemesan banyak maunya. Sumber: memegenerator.net
Permintaannya memang sesuai dengan prosedur penulisan karya ilmiah, yakni teori-teori harus berasal dari buku fisik. Tapi masalahnya, buku-buku tersebut nggak harus ada dan belum tentu ada di toko buku. Misalnya kayak buku keluaran tahun 1995 dan sebelumnya, hari gini buku keluaran tahun segitu amatlah sulit didapat. Kecuali dari kolektor buku-buku jadul, mungkin masih ada.
Menurut gue, pemesan yang banyak maunya termasuk ke dalam orang yang zalim terhadap diri sendiri. Iyalah, jelas-jelas sudah nggak ada perbaikan, isi skripsi/ tesis mulus (nggak ada coretan), dan tinggal sidang. Tapi kampretnya, orang-orang seperti itu malah mencari-cari kekurangan di dalam kesempurnaan. Pada intinya, orang kayak begitu harus segera diruqyah, karena siapa tahu dia kemasukan jin tomang.

8. Pemesan Katro Alias Gagap Teknologi
“Kembaliii ke taaanktooop.” Eh, maksudnya kembali ke laptop. Pertama kali gue tahu kata ndeso dan katro adalah dari acara Empat Mata yang dipandu oleh Tukul Piranha, eh Arwana. Lewat program talkshow tersebut, gue sering mengejek teman-teman yang terlihat culun dengan sebutan ndeso dan katro. Padahal, gue sendiri agak ndeso. Ndeso nyebut ndeso, wkwkwk.
Ternyata, pemesan skripsi dan tesis pun nggak semuanya dari kalangan technology user yang mengerti dan memahami tentang iptek, tapi banyak juga yang katro. Rerata, pemesan yang katro berkisar umur 50 tahun ke atas. Maklum, umur segituan waktu mudanya nggak mengenal laptop, komputer, internet, smartphone, email, dan media sosial. Kecuali, mesin tik.
Ilustrasi pemesan katro (gagap teknologi). Sumber: brilio.net
Pemesan tipe ini nggak semenyebalkan pemesan yang banyak maunya, tapi kalau katronya sudah kebangetan, lumayan bikin emosi juga. Misal, dia minta dikirimkan skripsi/ tesisnya lewat email ke alamat yang dia kasih. Tapi selang beberapa jam kemudian, ada sms yang berisikan: kok, emailnya belum keterima juga? Lantas, gue kirim ulang email tersebut. Terus, ada sms masuk: mana Pak? masih belum ada, nih? Gue kirim ulang lagi, dan pada akhirnya dia ngirim sms: maaf Pak, ternyata alamat emailnya salah, yang bener yang ini. Parahnya, itupun terkadang kasih email yang masih salah juga.
Dengan demikian kalau kamu, orangtuamu, saudaramu, temanmu, tetanggamu, atau siapapun itu yang gagap teknologi, sebaiknya didampingi oleh orang yang paham teknologi. Khusus untuk kawula muda yang masih gagap teknologi, belajarlah. Karena, zaman now adalah zamannya teknologi.

9. Pemesan Telat Bayar
Mungkin dari sekian banyak pemesan skripsi dan tesis, masalah telat bayar adalah yang terbanyak. Bokap dan gue memaklumi, sebab sistem pembayaran kita bisa dicicil, kita pun nggak menyulitkan pemesan, dan tentunya kita selalu memberi kelonggaran dalam hal pembayaran. Tapi masalahnya, mereka yang pesan skripsi dan tesis terkadang malah lupa. Masalah kayak begini banyak faktornya, seperti keadaan ekonomi, pemesan belum gajian, pemesan masih banyak utang, pemesan murni kelupaan, atau bahkan pemesan nggak punya duit.
Kalau masalah seperti ini sering terjadi, maka bukan tidak mungkin joki bekerja menjadi tidak bergairah dan tidak semangat. Minimal, sebelum memberi revisian ke joki, bayar juga dengan cara dicicil. Lantas, jangan seenaknya memberi revisian tanpa ada gimik-gimik mau bayar atau mencicil.
Ilustrasi telat bayar. Sumber: pymnts.com
Kalau pembayaran langsung cash di akhir sih, nggak terlalu masalah. Tapi, seperti yang gue bilang di atas, kebanyakan pemesan sering lupa bahwa dia belum bayar. Tak jarang, bahkan belum ada yang bayar sekalipun, padahal skripsi atau tesis mereka sudah selesai. Ya, setiap pekerjaan selalu ada cobaannya.
Oleh sebab itu, untuk kamu yang membuat skripsi atau tesis lewat joki, diusahakan ada niat untuk membayar. Terserah sesuai perjanjian dan kesepakatan dengan joki, bisa langsung melunasi di akhir atau dengan cara mencicil. Terpenting, bayar. Sebab, joki bekerja untuk mencari sebakul nasi. Savage!

10. Pemesan Malah Kabur
Menurut bokap dan gue, inilah masalah terkampret dalam menjalankan bisnis joki skripsi dan tesis. Sebenarnya, masalah ini sudah dialami sejak bokap masih menggunakan mesin tik. Betul, sejak gue masih dikelonin emak gue pun, masalah biadab ini sudah eksis. Gue kurang tahu secara pasti, selama kurang lebih 27 tahun bokap menjalani pekerjaan jadi joki, sudah berapa orang yang berperilaku amoral seperti ini. Sedangkan gue, 5 tahun bekerja jadi juru ketik, setidaknya ada 2 orang yang melarikan diri.
Pemesan yang kelakuannya kayak begini, pantas disebut maling. Tepatnya, maling karya ilmiah. Gue juga heran, kenapa orang-orang seperti ini masih dibiarkan hidup dan masih bebas berkeliaran di muka bumi. Menurut gue, pemesan yang kabur dapat diciri-cirikan sebagai berikut: bayar dientar-entar, suka kasih janji palsu, gayanya selangit, dan ujung-ujungnya malah hilang kayak ditelan blackhole.
Ilustrasi pemesan kabur. Sumber: senorgif.com
Buat kita, nggak terlalu masalah kalau pemesan nyatanya nggak punya uang untuk bayar. Sebab, kita pun pernah merasakan masa-masa hidup sulit dan kita juga dari keluarga sederhana. Terpenting adalah, pemesan ada omongannya bahwa dia memang nggak bisa melunasi dengan pembayaran uang yang sah. Intinya, kita hidup saling tolong-menolong; pemesan ditolong oleh joki dengan dibuatkan skripsi atau tesisnya, dan joki pun ditolong oleh pemesan dengan cara membayar.
Karena dengan cara kabur, itu merupakan pilihan terburuk. Buruknya bukan berimbas ke bokap dan gue, tapi ke diri dia sendiri. Satu lagi, Allah Maha Melihat dan setiap amal baik dan amal buruk, pasti ada balasannya. Dengan demikian, buat kamu yang berencana mau culas dari jasa apapun itu, lebih baik pikir ulang. Sebab, kalau kamu yang diperlakukan seperti itu, apakah mau?
***
Itulah 10 duka yang gue rasakan, jalani, dan alami sebagai joki skripsi dan tesis dalam 5 tahun terakhir ini. Ya, apapun pekerjaannya pasti ada kesulitan, risiko, masalah, musibah, cobaan, dan ujian. Kita sebagai manusia hanya bisa bersabar, berusaha, berdoa, dan bangkit (move on). Semoga, semua yang telah gue kerjakan selama ini, nggak sia-sia dan mendapat pahala dari-Nya. Sedangkan untuk setiap duka di atas, semoga dapat menghapus dosa-dosa gue yang sebanyak buih di lautan ini.
Nah! Dari duka kelabu kita beranjak ke suka ria. Karena dalam fase alam pun, pelangi selalu muncul seusai hujan deras. Baiklah guys, inilah sukanya sebagai seorang juru ketik (joki) skripsi dan tesis, cekicrot beibeh!
1. Menambah Pengetahuan
Hal yang paling gue rasakan manfaatnya dari pekerjaan joki skripsi dan tesis adalah menambah ilmu pelet, eh ilmu pengetahuan. Lewat pekerjaan ini, otak gue nggak kopong-kopong amat dan tentunya menambah ilmu baru. Ada banyak ilmu yang gue dapat, seperti cara mengetik, penggunaan eyd, teori dari para ahli, bahasa asing, kutipan asing, estetika, keseimbangan isi, ilmu komputer, multimedia, dan masih banyak lagi.
Ilustrasi menambah pengetahuan. Sumber: blog.hohero.com
Gue sangat berterima kasih kepada-Nya dan ke bokap. Karena pekerjaan ini terdapat 3 kenikmatan besar, pertama; kerja di rumah, kedua; dapat duit, dan ketiga; dapat ilmu. Nikmat mana lagi yang gue dustakan? Bahkan, Mbak Neng (eks tukang ketik bokap dulu) pernah ngomong begini ke bokap, “Kerja sama Bapak, ilmu saya jadi nambah.” Melalui pekerjaan ini pula, bokap banyak memanusiakan manusia. Termasuk, memanusiakan gue juga.
Simpulannya, gue bersyukur bisa kerja freelance nggak ripuh-ripuh amat, nimba ilmu nggak mesti keluar rumah, dan dapat duit nggak harus dikejar. Alhamdulillah.

2. Menambah Keahlian (Skill)
Rerata orang pasti tahu apa itu skill? Betul, skill adalah telapak kaki. Emaap, itu mah sikil. Skill berasal dari bahasa Inggris yang berarti keahlian, kemampuan, dan kecakapan seseorang dalam suatu bidang tertentu. Hari gini, skill amat dibutuhkan oleh para perusahaan di samping kemampuan dasar. Misalnya, kamu lulusan ilmu komputer, namun kamu juga punya keahlian selain di bidang komputer, seperti bisa mengangkat galon dengan satu tangan, bikin kopi dalam waktu 5 detik, dan menggambar vector di aplikasi Paint bawaan Windows.
Banyak kakak kelas yang memberi nasihat ke gue dengan berkata, “Hari gini, perusahaan nggak bakal nanya kamu lulusan universitas mana atau ipk kamu berapa? Tapi, perusahaan bakal nanya, kamu bisa apa?” Lantas gue berpikir, keahlian gue nggak terlalu banyak. Tapi ada satu keahlian yang benar-benar gue bisa, yaitu: mengumandangkan azan di telinga anak kita nanti. Ea ea ea. Cie baper, cieee.
Ilustrasi menambah keahlian. Sumber: tahupedia.com
Begitu juga dengan pekerjaan joki skripsi dan tesis. Pekerjaan freelance ini membuat gue paham tentang ilmu administrasi dan Microsoft Word. Jujur, waktu SMK gue nggak terlalu memahami dan mendalami Ms. Word. Dulu, karena gue jurusan Multimedia, pokok pembelajaran lebih ke edit-mengedit daripada ketik-mengetik.
Kalau di SMK, ilmu tentang ketik-mengetik mungkin ada pada jurusan Administrasi Perkantoran. Makanya ketika lulus SMK, gue lebih paham Coreldraw, Photoshop, dan Flash ketimbang aplikasi-aplikasi Microsoft Office. Dengan demikian, pekerjaan menjadi joki bisa dimasukkan ke curiculum vitae saat aku melamar kamu, eh melamar kerja.

3. Menambah Pengalaman
Selain menambah pengetahuan dan keahlian, pekerjaan ini pun terbukti menambah pengalaman juga. Utamanya adalah pengalaman gue di bidang ilmu komputer dan ilmu administrasi. Jika suatu saat nanti gue melamar kerja di perusahaan atau perseroan bonafid, maka pekerjaan joki skripsi dan tesis bisa gue masukkan ke dalam form riwayat pekerjaan.
Ilustrasi menambah pengalaman. Sumber: merdeka.com
Selain dunia kerja, pekerjaan ini juga menambah pengalaman dari sisi kesiapan, mental, kerjasama, komunikasi, dan sikap yang baik pula. So, hal tersebut membuat diri gue nggak terlalu cupu dan kosong-melompong nantinya. Kalau nanti ketika wawancara kerja gue ditanya, “Pengalaman kamu di bidang apa saja?” Amat tidak mungkin jiwa gue menjawab, “Pengalaman terbesar saya, yakni juara satu lomba masukin kelereng ke dalam botol dan juara tiga lomba dokter kecil se-kelurahan.” Sangat tidak nyambung.
Oleh karena itu, simpulannya adalah pekerjaan joki skripsi dan tesis dapat dimasukkan ke pengalaman pribadi yang tidak akan terlupakan.

4. Menambah Relasi
Karena bisnis joki selalu berinteraksi dengan orang lain, maka mereka yang memesan skripsi atau tesis jadi kenal sama gue. Sering kali, ada pemesan yang  merekomendasikan ke temannya bahwa lebih baik bikin skripsi/ tesis ke bokap gue saja. Lewat mulut ke mulutlah, bisnis ini semakin berkembang dan terus berkembang. Harus diakui, kepopuleran bokap di dunia skripsi atau tesis memang telah mencapai level master. Beda jauh sama gue yang nggak populer dan baru menginjak level seumur jagung. Aku mah apa, atuh~ cuma calon imam, kamu~
Tapi dua tahun belakangan ini, gue sedikit bangga, karena nama gue mulai dikenal oleh para pemesan skripsi/ tesis yang kebanyakan dari kalangan berpendidikan. Bahkan, di antara mereka ada yang bilang ke bokap, “Bagus, Pak. Hasilnya rapi. Siapa yang bikin, nih?” Sejujurnya, isi materi 80% dari bokap dan sisanya dari gue. Tapi komposisi dan keproporsionalan tulisan, mungkin 90% dari gue dan sisanya dari bokap.
Ilustrasi menambah relasi. Sumbe: kreativa.com

5. Menguji Mental
Salah satu keuntungan dari pekerjaan ini adalah menguji mental. Ternyata, nggak pekerjaan menantang maut saja yang membuat tegang, tapi pekerjaan santai seperti ini juga bikin tegang. Apalagi, kalau sudah muncul yang namanya deadline. Dijamin, pikiran dan perasaan berasa naik roller coaster: megap-megap kayak ikan lele keluar dari air comberan.
Di samping itu tidak jarang juga, gue merasakan tekanan (pressing). Tekanan di sini maksudnya seperti: harus selesai hari sekian dan jam sekian, harus rapi, data harus mutakhir, kata-kata jangan ada yang salah, periksa kembali judul, sekalian pernak-perniknya. Honestly, mungkin untuk seorang pemula jika diberi kerjaan kayak begini otaknya bisa kusut.
Ilustrasi menguji mental. Sumber: healthyplace.com
Sisi baiknya dari tekanan tersebut, gue menjadi terpacu, termotivasi, dan tidak gampang patah arang. Kalau secara kasarnya, gue menjadi pribadi yang nggak cengeng dan nggak gampang mengeluh. Melalui tekanan itu pula, cara berpikir gue menjadi kritis, cepat, dan tanggap. Karena di balik kesulitan yang kita alami, Insya Allah ada sisi positifnya.
Kesimpulannya adalah kerja jadi joki skripsi dan tesis banyak memberi gue ilmu alamiah dan juga ilmu batiniyah.

6. Melatih Menjadi Pribadi Dewasa
Adanya tekanan, deadline, permintaan khusus, dan lain sebagainya yang menyangkut kemampuan gue dalam bekerja, maka hal-hal rumit tersebut membentuk pribadi gue semakin dewasa. Lewat pekerjaan ini pula, gue dituntut agar dapat bertanggung jawab, lebih teliti, lebih cermat, lebih telaten, lebih menghargai waktu, tidak gampang menyerah, meningkatkan konsentrasi, meningkatkan kefokusan, dan masih banyak lagi sisi positif yang membuat gue semakin matang.
Ilustrasi menjadi pribadi dewasa. Sumber: okezone.com
Misalnya, gue belajar untuk tidak memalak uang orangtua dan lebih mengharapkan pemasukan uang jajan dari para pemesan yang bayar skripsi dan tesis. Sedikit demi sedikit gue belajar, kalau mau dapat uang, ya harus kerja, atau minimal membantu orangtua. Intinya kalau mau tambahan uang jajan, diupayakan ada usaha atau tenaga yang kiranya dapat bermanfaat buat orang lain.
Sebenarnya, gue bisa saja dapat uang dari para pemesan dan dapat uang dari hasil minta ke orangtua. Tapi, kalau gue melihat orang lain yang seusia gue atau bahkan lebih muda dari gue, mereka banyak yang kuliah sambil kerja, sekolah sambil kerja, dan bermain sambil kerja. Simpulannya, gue mau mandiri dan belajar untuk tidak selalu bergantung pada orangtua.

7. Reputasi Jadi Baik
Kalau kita mendengar kata reputasi, maka hal yang langsung terpikirkan adalah nama baik. Selama lima tahun gue bekerja jadi tukang ketik membantu bokap bikin skripsi dan tesis punya orang, selama itu juga nama gue sering disebut oleh para pemesan. Ya, meskipun bokap yang lebih banyak nge-direct isi skripsi atau tesis, tapi kalau ditanya soal: siapa yang ngetik? Pasti jawabannya nama gue, hehehe.
Pada awal kerja, reputasi gue memang nggak langsung mentereng. Soalnya, pada saat itu gue masih belajar dan hasil ketikan pun masih amburadul serta nggak serapi sekarang. Secara kontinyu gue mengasah keterampilan dalam mengetik, maka dua tahun belakangan ini hasil ketikan gue mulai mendapat apresiasi dari para pemesan.
Ilustrasi reputasi menjadi baik. Sumber: blog.granted.com
Jujur, gue bangga dengan pencapaian gue selama kurun waktu dua tahun terakhir ini. Melalui kerja keras, daya juang, dan belajar dari pengalaman pahit terdahulu, akhirnya kecakapan gue dalam bekerja ada hasilnya juga.
Dulu, gue diibaratkan anak itik buruk rupa yang nggak bisa apa-apa. Tapi seiring berjalannya waktu, sekarang gue diibaratkan anak itik yang agak gantengan dan mulai bisa apa-apa. Nggak beda jauh sih, tapi yang penting kan ada kemajuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa reputasi gue saat ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

8. Dapat Uang
Salah satu alasan kenapa gue masih bertahan menjalani pekerjaan menjadi joki skripsi dan tesis hingga sekarang adalah karena faktor uang. Di samping mendapat pengetahuan, menambah pengalaman, dan menaikkan skill, uang adalah salah satu motivasi terbesar gue dalam bekerja.
Sorry, gue bukannya mata duitan atau materialistik. Tapi gue nggak muna, karena gue juga butuh uang buat nambah uang saku atau keperluan lainnya. Bisa kamu lihat, boro-boro orang kerja, anak sekolah pun kadang suka berbohong ke orangtuanya hanya karena ingin dapat uang jajan. Intinya, bagi orang-orang Indonesia duit adalah oksigen.
Ilustrasi mendapat uang. Sumber: eraweb.com
Sedangkan sistem gajian yang gue terima adalah tidak menentu. Pekerjaan joki skripsi dan tesis nggak kayak pekerjaan tetap, yang sebulan dapat sekian atau seminggu dapat sekian. Tidak sama sekali, tapi gajiannya adalah ketika pemesan bayar atau memberi dp (uang muka).
Sebagian orang akan menganggap bahwa gaji yang gue terima nggak banyak. Namun, buat gue itu sudah mencukupi keperluan sehari-hari. Betul, karena kebutuhan makan, tidur, bayar listrik, bayar rumah, dan bayar PAM masih ditanggung oleh orangtua. Kesimpulannya adalah, cukup di dalam kamar gue sudah bisa bekerja dengan damai dan tenang. Bahkan, umpamanya gue kerja sambil ongkang-angking kaki pun, gue tetap dapat uang.

9. Cermat Mengatur Uang
Siapa bilang yang pintar mengatur uang cuma emak-emak doang? Itu bohong, karena gue juga terampil dalam mengatur uang. Wkwkwk. Bahkan, orang yang nilai matematikanya jeblok pun, kalau soal uang pasti pintar. Orang yang nggak bisa hitung-hitungan pun, kalau hitung uang, pasti jenius. Apalagi yang dihitung adalah pemasukan/ pendapatan, beuh, otaknya langsung lancar kayak dikasih pelumas.
Begitu juga dengan gue yang semakin hari semakin bijaksana dalam mengatur keuangan, khususnya keuangan pribadi. Melalui pekerjaan ini pula, gue belajar tentang pendapatan dan pengeluaran. Ya, walaupun cara me-manage gue nggak kayak bisnisman yang andal. Namun sepertinya, gue berbakat dalam mengurus uang. Pokoknya kalau soal uang, otak gue dalam ber-multitasking bekerja secara optimal.
Ilustrasi cermat mengatur uang. Sumber: klubwanita.com
Anehnya, kalau pemasukan terbilang sedikit, maka gue akan bersikap sembrono dan tidak berhati-hati. Misal gue dapat Rp. 200.000, maka dengan boros gue menghabiskan uang tersebut untuk beli kuota dan kaset film. Alhasil, untuk uang bensin dan keperluan lain nggak kebagian.
Tapi lain halnya kalau gue dapat Rp. 700.000, maka kecermatan gue dalam mengatur uang akan baik. Bahkan, semakin banyak uang yang gue dapat, maka akan semakin irit (bukan pelit) dalam mengeluarkannya. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa kerja apapun dan di manapun, dapat membuat diri kita lebih bijaksana dalam mengatur keuangan.

10. Sehari Menjadi Horang Kayah
Rerata orang pasti pernah merasakan rasanya jadi jutawan atau miliarder. Seperti mandi uang, tidur sama uang, ngelap ingus pakai uang, kipas pakai uang, dan berak keluar uang. Semua serba uang. Nah, sama halnya dengan gue yang pernah merasakan jadi horang kayah. Tapi kampretnya, hal itu gue rasakan cuma dalam kurun waktu sehari atau dua hari dalam setahun! Setelah itu? Gue kembali ke habitat semula. Sungguh, miris sekali. Wkwkwk.
Biasanya, gue menjelma jadi horang kayah adalah ketika para pemesan skripsi dan tesis langsung bayar sekaligus. Apalagi, yang bayarnya banyak. Beuh, dua atau tiga juta langsung masuk ke saku gue. Woedeh. Mungkin, bagi kamu yang agak manja atau ekonominya di atas gue, dua-tiga juta terbilang sedikit. Tapi untuk gue, duit segitu bisa bikin gue nge-fly dalam waktu berminggu-minggu. Maklum, sebab dari kecil gue dibesarkan di tengah-tengah kaum marjinal. Wkwkwk.
Ilustrasi menjadi horang kayah. Sumber: entrepreneur.com.ph
Pendapatan terbesar gue menjadi joki skripsi dan tesis mungkin ketika tahun 2013 silam. Itupun gue memaksa bokap, bahwa para pemesan harus segera bayar dan gue harus kecipratan untung juga. Anak kurang ajar. Setelah mereka bayar dan uangnya terkumpul, barulah gue meraup untung banyak. Kalau dijumlah-jamleh, saat itu mungkin gue berhasil mengantongi 4 juta. Buat bocah ingusan macam gue waktu itu, sekali lagi, duit segitu sudah over (kelebihan).
Tapi namanya duit, sekuat apapun kita memeliharanya, pasti bakal habis juga. Dengan demikian, gue mau memberi pesan di poin terakhir ini, bahwa jika kita mendapat untung atau uang banyak, hendaknya sebagian dari keuntungan tersebut disedekahkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Sebab, setiap penghasilan yang kita terima, di situ terdapat hak milik orang lain. Juga, apapun harta yang kita belanjakan di jalan-Nya, maka itulah harta kita yang sebenarnya.
***
Hoooaaam. Akhirnya, sampai juga di penghujung artikel ini. Bagaimana, guys? Jadi sudah pada tahu kan, bahwa itulah suka dan duka menjadi joki skripsi dan tesis. Buat kamu yang sedang menyusun skripsi atau tesis, gue doakan semoga diberi semangat, kelancaran, dan kemudahan oleh-Nya hingga tahap akhir.
Sedangkan buat kamu yang bikin skripsi dan tesis lewat bantuan orang lain alias lewat joki, jangan lupa bayar jokinya. Minimal, kasih motivasi buat joki, biar dia jadi semangat menabung untuk biaya nikah nanti. Ea ea ea. Dengan demikian, gue mohon pamit. Sampai ketemu lagi di lain kesempatan, guys! Wuuuzzz.

Komentar

Posting Komentar

Ditunggu komentarnya...