Seperti
hari Selasa sebelumnya, hari Selasa kali ini berjalan lancar seperti biasa. Aku
bangun tidur, dibangunkan Ibu. Aku bersyukur bisa bangun tidur dalam keadaan
sehat wal afiat. Bukannya aku sombong, tapi jika dibandingkan dengan
orang-orang yang sedang dirawat di rumah sakit, aku amat beruntung bisa membuka
mata lagi.
Layaknya
minggu kemarin, aku selalu tidur di pagi hari. Sekitar jam 5 Subuh aku mulai
memejamkan mata. Barulah sekitar jam 9 pagi, aku bangun dan bersiap berangkat
kuliah. Sebelum berangkat kuliah, aku selalu menyempatkan diri untuk salat
Dhuha. Bukannya aku sok alim, tapi karena aku selalu ingin rezekiku tercukupi
dan aku merasa bahwa diriku pendosa.
Aku
senang, karena pada mata kuliah Produksi Media Elektronik, aku dapat berjumpa
dengan teman-teman yang konsentrasi Humas. Terlebih, aku sekelas lagi dengan
salah satu teman terbaikku di kampus, Erick namanya. Buatku, Erick adalah teman
pertama yang menganggapku sebagai teman.
Mengapa
aku bilang demikian? Jujur, pada semester-semester awal kuliah, aku jarang
masuk. Bukan tanpa sebab, melainkan karena aku sakit kulit cukup parah. Ya, aku
berjerawat ekstrem sehingga aku harus absen berbulan-bulan. Imbasnya, IPK-ku
lumayan kecil. Imbas lainnya, aku dicap sebagai orang sombong, pemalas, dan
sifat-sifat jelek lainnya oleh beberapa teman.
Tetapi,
Erick tidak demikian. Erick adalah satu-satunya orang yang percaya penuh
padaku. Pernah waktu itu, ada tugas kelompok yang mengharuskan meneliti suatu
perkampungan. Teman-teman lain langsung dapat kelompok, karena mereka sejak
awal kuliah sudah saling akrab (ada chemistry).
Sedangkan aku? Tak satupun teman ada yang mengajakku. Jujur, waktu itu aku
sedih dan bingung.
Aku
sudah meminta ke salah satu temanku agar aku dapat masuk ke kelompoknya. Tapi,
aku ditolak mentah-mentah dengan alasan: sudah penuh. Seolah-olah, aku bak
benalu yang selalu menyusahkan mereka. Kalau diingat-ingat kejadian itu, aku
laksana sampah yang nggak mungkin dipungut
orang. “Baiklah,” pikirku, mungkin aku banyak dosa. Semoga aku sabar.
Pada
malam hari di hari itu juga, aku langsung meng-sms Erick.
“Rick,
gue boleh gak masuk ke kelompok lu?” tanyaku.
“Oy
Faris. Iya boleh-boleh aja, Ris,” jawab Erick.
“Wah,
kalo gitu makasih banget, Rick,” balasku.
“Iya
masuk aja kali, Ris. Oiya, nanti lu bagian yang ngetik makalahnya, ya. Biar gue
dan temen-temen yang ke sananya.”
“Oke
Rick, sip.”
Dengan
demikian, Erick adalah salah satu teman akrabku. Walaupun kita berbeda
keyakinan, tapi hal itu nggak membuat kita jaga
jarak. Malah, aku langsung nyambung ketika pertama kali ngobrol dengannya.
Bahkan, Erick adalah orang pertama yang menanyakan kabarku pasca aku sakit
jerawat. Biasanya, dia selalu bertanya, “Oy Faris, ke mana aja lu?”
Semoga
nanti siang, ada ucapan salam hangat dari teman baikku itu. Alhamdulillah….
Komentar
Posting Komentar
Ditunggu komentarnya...