Review Film Eat Pray Love : 3 Aspek Penting dalam Kehidupan Manusia

Eat Pray Love, adalah film drama Amerika Serikat tahun 2010 yang diadaptasi berdasarkan novel Eat, Pray, Love karya Elizabeth Gilbert. Lokasi syuting Eat Pray Love meliputi New York, Roma, India, dan Bali (Indonesia). Syuting film ini dimulai pada bulan Agustus 2009.
Film yang diproduseri oleh Brad Pitt ini cukup terkenal di mata dunia dan tentunya Indonesia. Mengapa demikian? Karena film ini mengambil latar tempat di salah satu tempat indah Indonesia, yakni Bali. Film yang disutradai oleh Ryan Murphy ini juga sarat akan makna tentang kehidupan manusia.
Eat Pray Love, mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Elizabeth Gilbert (Julia Roberts) yang stress karena tidak kunjung hamil. Gilbert diprotes oleh suami pertamanya Steven (Billy Crudup). Saking tidak kuatnya Gilbert mendapat tekanan, makian, dan protesan Steven, maka ia memutuskan untuk bercerai.
Setelah bercerai dengan Steven, Gilbert menemukan lagi kepingan hatinya di salah satu pentas teater. Laki-laki tersebut adalah Davis yang diperankan oleh Jin Goblin muda pada film Spiderman, yaitu James Franco. Kemudian, mereka saling jatuh cinta dan akhirnya seranjang bersama.
Namun pada suatu hari, Gilbert dan Davis terlibat percekcokan. Ternyata, Davis tidak tahu bahwa Gilbert perempuan mandul dan tidak bisa mempunyai anak. Gilbert pun kecewa, hingga ia mengeluarkan cacian kepada Davis bahwa Davis tidak usah mencintainya lagi dan biarkan ia menenangkan diri ke luar negeri.
Setelah dipikir dengan matang, Gilbert pun memberitahu sahabat karibnya, Delia (Viola Davis) bahwa ia mau berlibur ke beberapa tempat di dunia yang indah ini. Gilbert memutuskan untuk melancong ke Roma (Italia), Pataudi (India), dan Bali (Indonesia). Gilbert pergi ke beberapa tempat itu bukanlah tanpa alasan, melainkan ia ingin mencari hakikat kesenangan dan ketenangan batin.
Novel Eat Pray Love Karangan Elizabeth Gilbert : Sumber: amazon.com
Tempat pertama yang akan dituju Gilbert adalah negara spagetti, yaitu Italia. Ia pergi seorang diri dengan membawa tas besar dan kamus kecil Inggris-Italia yang selalu dibawanya ke mana-mana. Hampir di setiap kesempatan, Gilbert selalu membaca kamus itu agar ia dapat berbahasa Italia dengan lancar ketika sampai di sana.
Setelah sampai di hotel, Gilbert ingin mandi dengan air hangat di bathtube. Namun sang pemilik hotel bukannya menyalakan kran bak mandi, melainkan ia malah menuangkan teko yang berisikan air sedikit. Gilbert tidak paham, bahasa Italianya pun amburadul. Sehingga, terjadilah gegar budaya yang dirasakan oleh Gilbert.
Pada suatu restoran di Italia, Gilbert bertemu dengan seorang perempuan bernama Sofi (Tuva Novotny). Sofi menolong Gilbert dan mengajaknya untuk berbincang bersama. Mereka berkenalan lebih jauh dan cepat akrab. Sofi juga mengajak Gilbert ke rumah salah satu temannya.
Gilbert di Italia, aktivitasnya banyak diisi oleh makan bersama dan doa bersama. Di sana pula, Gilbert belajar tentang masakan dan makanan, khususnya spagetti. Gilbert belajar bahwa, makan bersama merupakan hal penting bagi manusia karena dapat meningkatkan hubungan.
Dari Italia, Gilbert langsung pergi ke India. Tujuan Gilbert pergi ke India tidak lain tidak bukan adalah untuk mencari kenikmatan beribadah. Ia merasa bahwa hidupnya jauh dari agama dan keibadahan. Karena itulah, Gilbert sampai mengikuti proses ibadah agama Hindu pada suatu perkumpulan di India.
Setelah beberapa hari menginap di negara Bollywood, Gilbert bertemu dengan Richard (Richard Jenkins). Richard adalah seorang duda yang telah ditinggal istrinya karena meninggal. Richard sengaja menetap di India dan sering ikut peribadahan hanya untuk mendapat ketenangan dan kebahagiaan rohani.
Tidak jauh berbeda dengan Gilbert, kondisi Richard pun sama, yakni hanya untuk bermeditasi. Richard mengeluarkan keluh-kesahnya pada Gilbert, bahwa ia ternyata mengalami pengalaman yang jauh lebih parah daripada Gilbert. Richard menangis, dan Gilbert juga terbawa suasana haru.
Sesudah mendapatkan hakikat peribadahan yang sempurna di India, kini Gilbert terbang ke Bali, Indonesia. Di Bali, Gilbert bertemu dengan guru spiritual, yakni Ketut yang diperankan oleh Hadi Subiyanto. Abah Ketut menerawang tangan Gilbert bahwa ia butuh ketenangan dan kesenangan dalam hidupnya yang kini sedang hilang.
Karena alam Bali yang begitu menawan, maka Gilbert sengaja berjalan-jalan menggunakan sepedanya. Ia bersepeda menyusuri jalanan Bali dengan hamparan sawah yang begitu luas dan indah. Namun sial, di salah satu tikungan tajam ia terjatuh karena ada mobil jeep lewat.
Gilbert terperosok ke pembatas jalan. Kakinya terluka cukup parah. Sang pengendara mobil keluar dan menolongnya. Gilbert memaki pengendara mobil tersebut dengan sebutan, “Are you blind? (Apakah kau buta?)”
Kemudian ia mengobati kakinya itu pada Wayan yang diperankan oleh aktris senior Indonesia, Christine Hakim. Gilbert diberi jamu oleh Wayan untuk menyembuhkan kakinya itu. Gilbert juga diberi daun (obat herbal) agar proses penyembuhan dapat berlangsung secepat mungkin. Wayan tahu, bahwa Gilbert selama ini sudah lama tidak berhubungan seks. Karena itulah, menurut Wayan Gilbert menjadi tidak bergairah dalam menjalani kehidupan.
Pada suatu pesta, Gilbert pun bertemu lagi dengan pengendara mobil Jeep itu. Pengendara Jeep itu ternyata bernama Felipe yang diperankan oleh Javier Bardem. Mereka saling bercakap-cakap dan pada akhirnya Gilbert diantar pulang oleh Felipe ke penginapannya.
Usut punya usut, Felipe adalah seorang duda. Sama seperti Gilbert yang seorang janda. Mereka saling jatuh cinta, menginap bersama, tidur bersama, dan seranjang bersama. Di suatu pagi yang indah, mereka saling berciuman bibir yang menandakan bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih.
Pada akhir film, Gilbert dinasehati oleh Wayan bahwa cinta merupakan salah satu aspek penting dalam hidup manusia. Tanpa cinta, kebanyakan manusia hidupnya terasa ngambang, percis seperti Gilbert. Sesaat mendengar pernyataan Ketut, Gilbert lari mencari Felipe. Akhirnya, mereka memutuskan untuk hidup bersama.
Dengan demikian, pesan moral yang dapat diambil adalah: sebenarnya, manusia hanya membutuhkan tiga hal, yakni makan, ibadah, dan cinta. Hanya itu, hanya tiga aspek sederhana itulah yang membuat hidup manusia dapat hidup. Jika salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak didapat manusia, maka manusia akan hidup dalam ketidakseimbangan. Sedangkan jika ketiga aspek itu tidak dirasakan manusia, maka manusia pasti mati. Namun, jika ketiga aspek di atas memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka manusia akan hidup secara sempurna.

Komentar