Faris si Anak Kontrakan: Kehidupanku di Kampus: Tahun 2014

Bismillah….
Naik Bus Damri
Awal masuk kuliah, aku masih harus menggunakan angkutan umum, yaitu Bus Damri. Karena saat itu aku belum punya SIM C, mau tidak mau aku berangkat naik ojek dari rumah lalu turun di halte Kotabaru Parahyangan. Tak harus menunggu lama, Bus Damri akan datang dengan secepatnya.
Bus Damri
Semester pertama, tidak jarang aku diantar oleh Mang Iwan. Mang Iwan adalah salah satu ojek langganan ibuku. Mang Iwan orangnya baik, hal itu terlihat dari wajahnya yang kalem dan sikapnya yang sopan. Aku masih ingat, pernah suatu kali aku diantarnya dan dengan setia Mang Iwan menungguku hingga aku benar-benar naik Bus Damri. Sampai saat ini, momen itu tidak akan pernah kulupa. Benar kata orang, orang baik akan selalu diingat, contohnya: Mang Iwan.
***
Ada satu ritual atau kebiasaan ketika diriku telah berada di dalam bus, yaitu aku selalu menyetel lagu Avicii yang berjudul The Nights. Entah mengapa, aku amat suka mendengarkan lagu tersebut kala itu. Baik saat berangkat atau pulang kuliah, lagu itu selalu menemaniku dan mewarnai pandanganku terhadap hiruk-pikuknya dunia.
Kesan Pertama Masuk Kuliah
Sesaat turun dari bus, biasanya aku naik angkot berwarna biru menuju kampus. Tidak jarang, aku berjalan kaki jika angkot yang kutunggu tidak datang jua. Setelah sampai di depan kampus, aku segera masuk ke ruangan kelas. Anehnya, baru masuk kelas firasatku sudah tidak enak. Tidak ada sambutan atau sepatah dua patah perkataan yang diucapkan oleh teman-teman kepadaku. Alhasil, suasana kelas saat itu menjadi sangat canggung.
***
Agar dapat menutupi kepalanya yang botak, hampir semua mahasiswa baru memakai cap back, termasuk diriku. Waktu itu, cap back tengah naik daun dan sedang digandrungi oleh sebagian kawula muda. Banyak di antara mereka yang memakai cap back keluaran distro yang terkesan murahan. Beberapa cap back yang mereka pakai tersebut berwarna mencolok seperti cap back yang dikenakan oleh Limp Bizkit. Namun saat ini, cap back sudah tidak musim dan para maba pun terlihat apa adanya.
Ilustrasi first impression
Satu hal yang amat kusayangkan yaitu hampir setiap kelas bau asap rokok. Betul, aku tidak berbohong mengenai hal ini dan bahkan kepulan asap rokok tersebut terlihat pekat. Aku yang tidak terlalu kecanduan merokok, automatis menjadi pusing sesaat mau masuk ke dalam kelas. Saat itu, teras kelas tak ubahnya suasana di terminal: bising, bau, dan jorok. Semoga, budaya “kampung” tersebut sekarang sudah hilang.
Cacing, Teh Winwin, dan Fakta Kelam di Kota Besar
Biasanya sebelum aku dan teman-teman masuk kelas, terlebih dahulu kami berkumpul di depan kelas. Banyak di antara mereka yang merokok, sedangkan aku hanya duduk lesehan dengan tatapan merana. Sebagian teman-temanku mengobrol menggunakan bahasa Sunda, jadi aku lebih banyak diam karena lidahku tidak terlalu fasih menggunakan bahasa tersebut.
Salah satu orang yang paling mencolok di antara teman-temanku yaitu mahasiswa yang bernama Cacing. Cacing berasal dari Ujung Berung, dia lulusan salah satu SMA di Bandung. Perawakannya kurus, rambutnya gondrong agak keriting, dan memakai kacamata bundar ala John Lennon. Dipikir-pikir, gayanya itu amat mirip kaum hippies di era tahun 1970-an.
Ilustrasi Kaum Hippies
Selain Cacing, ada lagi seseorang bergaya nyentrik, yaitu mahasiswi bernama Winwin. Dia dipanggil “teh” oleh sebagian teman-teman disebabkan usianya lebih tua setahun atau dua tahun. Teh Winwin berambut pendek sebahu ala Lady Diana, agak tomboy, dan suka berbaur dengan lelaki.
Selain itu, satu hal yang membuat diriku shock adalah dia seorang perokok aktif. Jujur, saat itulah aku baru pertama kali melihat perempuan merokok secara real. Ada perasaan takut, ngeri, dan iba yang kurasakan sesaat melihat dia merokok. Aku hanya dapat memandangnya sambil sesekali menelan ludah karena saking kagetnya aku waktu itu.
***
Faktanya, pemandangan miris seperti itu lumrah terjadi di kota-kota besar. Hal itu aku saksikan dengan mata dan kepalaku sendiri ketika aku tengah berkunjung ke kampus lain. Aku menyaksikan ada satu atau dua perempuan kerudungan yang sedang asyik merokok di kantin kampus. Perempuan tersebut seakan cuek dan sudah tidak malu lagi akan esensi dari kerudung itu sendiri.
Ilustrasi Pergaulan Bebas
Lantas, 5 tahun kemudian aku bertanya pada temanku Sabi mengenai hal itu. Katanya, kenyataan creepy tersebut sudah biasa terjadi di beberapa kota besar. Menurutnya, penampilan tidak cukup berpengaruh pada kelakuan, khususnya zaman sekarang ini. Perempuan yang pakai kerudung atau tidak berkerudung, tidak mencerminkan karakter yang sesungguhnya. Bahkan katanya pula, banyak perempuan yang atasnya tertutup, tapi bawahnya “gampang terbuka”. Sesaat mendengar ucapannya tersebut, penilaianku terhadap dunia menjadi agak negatif.
Daftar Himakom dan BEM
Adik sepupuku yang setahun telah menjadi mahasiswa bilang bahwa dirinya baru saja bergabung dengan suatu himpunan dan BEM di kampusnya. Aku sebagai maba kontan tergiur dengan ceritanya yang epik tersebut. Aku menjadi termotivasi ingin bergabung dengan salah satu himpunan mahasiswa dan BEM di kampusku.
Ilustrasi Ikut Himpunan dan BEM
Esok harinya, segera aku daftar ke Himakom (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi) dan juga daftar menjadi anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Khusus untuk Himakom, aku mendaftar ke bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan tersebut, beberapa kegiatannya yaitu membahas soal-soal UTS/ UAS, tanya-jawab mengenai mata kuliah, dan lain sebagainya yang intinya tidak jauh dari pendidikan.
***
Lucunya setelah aku terdaftar menjadi anggota Himakom dan BEM, aku sekali pun tak pernah hadir dan tak pernah berpartisipasi dalam kegiatan di antara keduanya. Bahkan, karena sering mangkirnya aku dari kegiatan organisasi tersebut, aku sampai dicari oleh kakak kelas. Semester awal masuk kuliah, aku sudah jadi buronan kampus.
Aku pernah ditanya oleh kakak kelas tentang keseriusanku terhadap organisasi tersebut. Aku hanya merespons iya, iya, dan iya. Tapi, kalimat iya tersebut hanya sebatas di bibirku saja dan hanya kujadikan sebagai tameng. Karena takut ditanya terus olehnya, maka acap kali aku menghindar sebelum berpapasan dengannya. Tidak jarang pula, aku bermain kucing-kucingan dengan kakak kelas tersebut.
Salah Gedung
Nama-nama ruangan kelas yang terdapat pada kampus swasta tersebut adalah berinisial LB dan angka di belakangnya, contoh: LB-212. Inisial LB tersebut entah apa kepanjangannya, hingga sekarang aku pun belum tahu. Namun, aku lihat ada yang janggal di kertas jadwal mata kuliah yang kuambil. Pada salah satu matkul, yakni matkul Ekonomi bertuliskan LT dan bukan LB. Sontak, aku kebingungan karena tidak ada ruangan kelas yang berinisial LT.
Ilustrasi Salah Gedung
Dengan percaya dirinya, aku kira pihak kampus salah cetak jadwal yang seharusnya LB malah menjadi LT. Pikiranku waktu itu sangat positif, hingga aku tenang-tenang saja dan malah duduk menunggu di dalam kelas. Selagi aku memandang ke luar jendela, terlihat teman-teman sedang berjalan menuju belakang gedung. Aku heran, mau ke mana mereka? Aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.
***
Selang beberapa hari, aku bertanya pada salah satu mahasiswa tentang ruangan kelas yang bertuliskan LT. Usut punya usut, ternyata ruangan kelas LT itu berada di belakang gedung utama, yakni gedung laboratorium. Aku terhenyak, mataku melotot, napasku kembang kempis tidak karuan. Segera aku lari ke gedung tersebut dan masuk ke ruangan kelas LT. Benar saja, di sana sudah ramai dan seketika mahasiswa lain memandangku penuh heran.
Aku hanya sekali mengikuti perkuliahan matkul Ekonomi. Alhasil, nilai matkul tersebut seperti segunduk tokai, yaitu E. Hanya karena salah ruangan kelas, berimbas pada nilai akhir yang cukup mengenaskan. Terlepas dari semua kekonyolan itu, nyatanya aku jadi tahu bahwa ruangan kelas LT berada di belakang.
Kuliah Umum yang Berisik
Sudah menjadi kelaziman bahwa para maba diharuskan untuk mengikuti kuliah umum yang diselenggarakan oleh pihak kampus. Lumrahnya, kuliah umum tersebut tidak dipungut biaya alias gratis. Di samping itu, kuliah umum bertujuan agar para maba mendapat pelajaran tambahan dan juga mendapat sertifikat.
Ilustrasi Kuliah Umum
Kala itu, kuliah umum yang berlangsung di aula kampus berjalan amat tidak kondusif. Suasana gaduh, rusuh, dan bau keringat yang tercampur bau ketiak. Keadaan aula waktu itu, amat mirip seperti suasana pada kereta api ekonomi. Saking gaduhnya, panelis seminar sampai menegur kami, para mahasiswa baru. Jadinya, pihak kampus seakan tercoreng akan sikap dan perbuatan yang memalukan tersebut.
Aku masih ingat, narasumber yang hadir adalah tiga orang jurnalis dari stasiun televisi swasta, salah satunya dari El-Shinta TV. Bahkan salah satu narasumber, terlihat tidak nyaman dan sampai geleng-geleng kepala disebabkan sikap kekanak-kanakkan para maba saat itu. Aku yang duduk bersama mereka, jadi ikut merasa malu.
Telat Daftar Laboratorium
Para mahasiswa baru diharuskan untuk mengikuti laboratorium yang terpasang di papan pemberitahuan. Namun ngenesnya, aku telat daftar karena tidak adanya informasi yang kudapat dari siapa pun. Maklum, saat itu aku belum masuk grup kelas, jadi sama sekali tidak ada info yang masuk.
Ilustrasi Telat Daftar Lab
Aku pun panik, lantas aku pergi ke ruang piket laboratorium TIK. Aku bertanya pada petugas, masih adakah harapanku untuk mengikuti lab tersebut? Sial! Pendaftaran telah ditutup dan aku tidak diperbolehkan untuk mengikuti lab TIK. Kemudian, aku lihat daftar nama-nama mahasiswa yang terpasang di dinding. Terdapat beberapa nama yang kukenal. Namun, dari sekian banyak nama tersebut, tidak ada namaku. Aku sedih, karena aku harus daftar ulang pada tahun berikutnya.
Selain lab TIK, aku juga telat daftar lab bahasa Inggris. Lagi-lagi, aku murung karena sudah dua lab yang harus kuikuti di tahun depan. Aku hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit tersebut. Aku berjalan lunglai sambil menundukkan kepala menuju tempat parkir. Aku, hanya ingin pulang ke rumah dan berharap agar waktu cepat berlalu.
Telat Mengikuti UTS
Pagi yang cerah itu, aku berjalan dengan terburu-buru karena takut telat. Akan tetapi, aku merasa ada satu hal yang aneh, yaitu mahasiswa lain memakai baju batik. Aku heran bukan kepalang, kupikir kampus ulang tahun atau hari itu adalah hari batik nasional. Nyatanya tidak, melainkan hari itu adalah hari pertama UTS.
Ilustrasi Telat Masuk Kelas
Aku merasa lemas tak berdaya, waktu itu adalah momen terpanikku selama aku hidup. Parahnya, hanya diriku yang memakai kaus, sementara mahasiswa lain semuanya pakai batik. Dengan perasaan kalut, aku memberitahu ibuku untuk bayar DPP. Ibu juga sama denganku, yakni panik dan kacau.
Lantas, aku pulang lagi dengan perasaan sedih yang teramat sangat. Sesudah berada di dalam angkot, pikiranku terus memikirkan UTS dengan tatapan kosong. Aku merasa seperti dihukum oleh Tuhan Yang Maha Kuasa disebabkan dosa-dosaku yang banyak. Di samping itu, aku tidak punya teman dekat di kampus. Jadi, aku tidak menerima informasi apa pun mengenai adanya UTS tersebut.
Awal yang Buruk
Imbas dari telat ikut UTS, dua mata kuliah bernilai kosong. Kedua mata kuliah tersebut adalah pengantar ilmu komunikasi dan bahasa Inggris. Adapun matkul lainnya dapat dikatakan cukup bagus. Sejujurnya, kala itu aku bingung bagaimana caranya memperbaiki kedua mata kuliah yang bernilai kosong tersebut.
Ilustrasi Tidak Sesuai Harapan
Aku merasa bahwa tahun pertamaku di bangku perkuliahan benar-benar sial. Dulu, aku mengira bahwa kuliah lebih mudah ketimbang sekolah. Faktanya, hal itu boro-boro dan jauh lebih mudah bersekolah ke mana-mana. Dulu, aku mengira bahwa ketika aku kuliah nanti pasti banyak kawan, banyak gebetan, dan sudah mapan. Nyatanya kawan pun tidak ada, gebetan apa lagi, dan hingga sekarang pun aku belum mapan.

Komentar